Komisaris Tinggi untuk Pengungsi Perserikatan Bangsa Bangsa_ ini yg bila dalam bahasa Inggris kelak dikenal dengan sebutan United Nations High Commissioner for Refugees. (UNHCR) bermarkas di Jenewa, Swiss. Badan ini didirikan pada tanggal 14 Desember 1950, bertujuan untuk melindungi dan memberikan bantuan kepada pengungsi berdasarkan permintaan sebuah pemerintahan atau Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) kemudian untuk mendampingi para pengungsi tersebut dalam proses pemindahan tempat menetap mereka ke tempat yang baru.

UNHCR dibentuk melalui resolusi PBB dan ditetapkan berkantor pusat Jenewa, Swiss. Pada awalnya, Mandat yg dimiliki UNHCR bersifat sementara dan akan terus diperbaharui setiap 5 tahun sekali oleh Majelis Umum PBB, namun pada akhirnya nanti (pada tahun 2003) kebijakan ini dihapus hingga permasalahan yg terkait dengan pengungsi benar benar terselesaikan

Ada sebuah gagasan yg terbersit setelah berakhirnya Perang Dunia II di sekitar tahun 1945 dimana perang tersebut memunculkan banyak korban perang di beberapa wilayah perang, terutama di Eropa dan Afrika.  Korban perang ini menimbulkan masalah baru, yaitu “Pengungsi”, dan masalah ini menjadi perhatian besar dari PBB yg kemudian membentuk sebuah Organisasi yg mengurusi  segala hal yg berkaitan dengan Pengungsi dari sebuah daerah bekas konflik (perang).

Pada 20 April 1945, PBB menggagas terbentuknya IRO (International Refugee Organization). Konstitusi Organisasi Pengungsi Internasional (IRO), yang diadopsi oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 15 Desember 1946, merupakan dokumen pendiri IRO. Konstitusi ini menentukan bidang operasi organisasi.

Secara kontroversial, konstitusi mendefinisikan “orang-orang asal etnis Jerman” yang telah diusir, atau akan diusir dari negara kelahirannya ke Jerman pascaperang, sebagai individu yang “tidak menjadi perhatian Organisasi”. Hal ini mengecualikan kelompok yang jumlahnya melebihi jumlah pengungsi Eropa lainnya. Selain itu, karena perbedaan pendapat antara sekutu Barat dan Uni Soviet, IRO hanya bekerja di wilayah yang dikuasai tentara pendudukan Sekutu.

Dua puluh enam negara menjadi anggota IRO dan secara resmi berdiri pada tahun 1948: Argentina, Australia, Belgia, Bolivia, Brasil, Kanada, Republik Tiongkok, Chili, Denmark, Republik Dominika, Prancis, Guatemala, Honduras, Islandia, Italia, Liberia, Luksemburg, Belanda, Selandia Baru, Norwegia, Panama, Peru, Filipina, Swiss, Inggris, Amerika Serikat, dan Venezuela.

Amerika saat itu menyediakan sekitar 40% dari anggaran tahunan IRO sebesar $155 juta. Total kontribusi anggota selama lima tahun beroperasi adalah sekitar $400 juta. Mereka telah merehabilitasi sekitar 10 juta orang selama ini, dari 15 juta orang yang terdampar di Eropa. Direktur Jenderal IRO yang pertama adalah William Hallam Tuck, digantikan oleh J. Donald Kingsley pada tanggal 31 Juli 1949

IRO menutup operasinya pada tanggal 31 Januari 1952 dan setelah periode masa penutupan tersebut, IRO resmi “Bubar” tanggal 30 September 1953. Pada saat itu, banyak tanggung jawabnya diambil alih oleh badan-badan lain, salah satunya yg mengambil peran sebagai Organisasi atau Agensi yg mengurusi masalah Pengungsi adalah Kantor _Komisaris Tinggi untuk Pengungsi_, yang didirikan pada bulan Januari 1951 sebagai bagian dari Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan Komite Antar-Pemerintah untuk Migrasi Eropa (awalnya PICMME), yang didirikan pada bulan Desember 1951.

Indonesia dan UNHCR

Banyaknya arus pengungsi ke Indonesia membuat UNHCR dan pemerintah Indonesia mendirikan Rumah Detensi Imigrasi untuk mendata dan menampung para pengungsi. Di Rumah Detensi Imigrasi yang berada di bawah wewenang Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Kemenkumham), para pengungsi akan diberikan fasilitas dukungan dari pemerintah Indonesia dan UNHCR agar dapat hidup layak sesuai dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia sambil menunggu kepastian untuk diberangkatkan ke negara ketiga

Walaupun Indonesia tidak termasuk sebagai negara yang meratifikasi Konvensi PBB tentang Pengungsi pada 1951dan Protokol 1967, tetapi Indonesia tetap membuka diri untuk bekerjasama degan UNHCR terkait masalah pengungsi. Mengingat Indonesia juga sering menjadi negara transit bagi para pengungsi dari Afghanistan, Myanmar, hingga negara-negara di kawasan Afrika dan Timur Tengah.

UNHCR juga bukan satu-satunya lembaga PBB yang mengurusi para pengungsi di Indonesia, mereka juga dibantu oleh lembaga PBB lainnya, yaitu Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM). Selain IOM, UNHCR juga mendapatkan bantuan dari lembaga kemanusiaan Kristen, Church World Service (CWS).UNHCR juga tidak hanya memberikan pendampingan kepada pengungsi di Indonesia, banyak dari pengungsi yang ada di Indonesia kemudian dipulangkan ke negara asal mereka. Pada 2015, UNHCR memulangkan kurang lebih 201.400 orang pengungsi yang berasal dari Afghanistan, Sudan, dan Somalia. Tetapi pada tahun yang sama pula UNHCR berhasil menyalurkan sebanyak 107.100 orang pengungsi ke negara ketiga yang relatif lebih aman dan maju seperti Kanada, Prancis, Belgia, dan sebagainya.

Dibalik Hengkangnya BNI dan BRI dari BSI